Elke onrechtmatigdaad, wardoor aan een ander schade wordt toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is in de verpligting om dezelve te vergoeden.
Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana/tindak pidana.
Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang saja, tetapi juga jika perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis (hukum adat, kesusilaan dan lain sebagainya).
Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang saja, tetapi juga jika perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis (hukum adat, kesusilaan dan lain sebagainya).
Ketentuan perundang-undangan yang mengatur perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum itu disebut sebagai subyek hukum. Perbuatan melawan hukum itu sendiri dapat kita temukan peraturannya dalam ketentuan pasal 1365 s/d 1380 KUHPerdata.
Pada artikel sebelumnya mengenai Subyek Hukum dalam Perbuatan Melanggar Hukum telah dibahas bahwa disamping orang-perorangan (person) sebagai subyek hukum, terdapat pula badan hukum, yang berdasarkan ketentuan hukum juga dinyatakan sebagai subyek hukum.
Bahwa adakalanya seseorang dalam pergaulan hidup bermasyarakat menurut hukum berada dibawah tanggung jawab dan pengawasan orang lain. Pasal 1367 KUHPerdata menyebutkan orang-orang yang harus bertanggung jawab untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain, adalah sebagai berikut :
"orang tua atau wali bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa yang tinggal pada mereka", bahwa terhadap anak-anak yang belum dewasa tanggung jawab pengawasan dibebankan kepada orang tua atau wali
"majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang untuk mewakili urusan-urusan mereka adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka didalam pekerjaan atau untuk mana orang-orang ini dipakainya", bahwa majikan bertanggung jawab atas pengawasan terhadap buruhnya.
"guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang mereka selama waktu orang-orang ini berada dibawah pengawasan mereka", bahwa guru bertanggung jawab atas pengawasan murid-murid-nya selama berada dalam lingkungan pengajarannya.
Dari ketentuan tersebut tampaklah dua macam sifat hubungan hukum antara subyek perbuatan melawan hukum dengan orang lain. Pertama pengawasan dapat dianggap mempunyai tujuan untuk menjaga agar jangan sampai seseorang yang diawasi melakukan perbuatan melawan hukum. Pengawas harus turut berusaha menghindarkan kegoncangan dalam kehidupan masyarakat yang mungkin akan disebabkan oleh tingkah laku orang yang diawasinya. Kedua pemberian kuasa itu untuk menarik orang lain dalam resiko perekonomian dari perbuatan melawan hukum.
Dalam hal pengawasan majikan terhadap buruhnya, hanya terbatas pada lingkungan kerjanya masing-masing, artinya ketika buruh melakukan tugas diluar tugas yang dibebankan majikan terhadapnya, maka majikan terlepas dari pertanggung jawaban atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh buruh/bawahannya.
Wirjono Prodjodikoro, SH mencontohkan, seorang buruh mendapat perintah dari majikan untuk mengangkat barang dengan menggunakan sebuah gerobak kepunyaan majikan, ditengah jalan gerobak tersebut as rodanya putus, sehingga menimpa orang lain yang kebetulan lewat disitu.
Hal ini bagi si buruh ada keadaan memaksa (over macht) oleh karena tidak mengetahui dan tidak bertanggung jawab atas kuatnya as roda tersebut. Disini timbul unsur pemberian kuasa dengan resiko perekonomian sehingga majikan harus bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh kejadian yang dialami si buruh tadi.
Disamping manusia sebagai pembawa hak, ada pula badan hukum yang juga dapat memiliki hak-hak, dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Menurut pasal 1655 KUHPerdata, para pengurus dari badan hukum tersebut bertindak atas nama badan hukum.
Dalam KUHPerdata dikenal 4 macam badan hukum, yaitu:
1. Badan hukum yang didirikan kekuasaan umum, atau penguasa/pemerintah, badan hukum jenis ini ada dua macam yaitu, yang bersifat kenegaraan; seperti propinsi, kabupaten, daerah istimewa dan lain sebagainya. dan yang bersifat keperdataan; seperti BNI, BRI dan lain sebagainya.
2. Badan hukum yang diakui oleh penguasa, ini berwujud badan-badan keagamaan (Stb 1927 No. 156)
3. Badan hukum yang diperbolehkan karena diijinkan
4. Badan hukum yang didirikan oleh orang-orang partikelir (swasta) dengan tujuan tertentu dengan tidak bertentangan dengan ketentuan perundan-undangan dan kesusilaan.
Badan hukum itu seperti halnya dengan manusia/orang, berwenang melakukan perbuatan-perbuatan hukum, cakap bertindak. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1655 KUHPerdata. Dalam melakukan perbuatan hukum seperti diatur dalam pasal 1655 KUHPerdata dikatakan bahwa para pengurus dari badan hukum itu berwenang bertindak atas nama badan hukum itu, dengan kata lain para pengurus berwenang mewakili badan hukum, karena para pengurus itu merupakan orang/ alat dari badan hukum, dimana tugas dan kewajibannya telah ditentukan didalam Anggaran Dasar badan hukum tersebut.