Hukum Perdata merupakan hukum yang mengatur hubungan antara satu orang dengan orang lain yang menitikberatkan pada kepentingan pribadi. Hukum perdata tidak dapat berdiri sendiri, namun harus dibantu dengan hukum lainnya. Hukum perdata memberi wewenang kepada Hukum Acara Perdata untuk dapat memulihkan hak-hak orang lain dimuka sidang pengadilan.
Sejalan dengan tugasnya itu Hukum Acara Perdata diharuskan bekerja untuk mencari dan mendapatkan kebenaran formil. Untuk mencari dan mendapatkan kebenaran formil inilah maka baik orang maupun badan hukum harus mampu menunjukan bukti-bukti yang sah di hadapan sidang pengadilan.
Maka menjadi tugas dari Hukum Acara Perdata itu untuk mengatur bagaimana cara-caranya orang atau badan hukum dapat bertindak sebagai pihak yang memproses perkara di muka pengadilan guna memperoleh keputusan hakim. Bertolak dari titik inilah maka Hukum Acara Perdata dalam tugasnya memproses hukum perdata di muka pengadilan membutuhkan peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara orang atau badan hukum bertindak untuk memperoleh hak-haknya kembali yang sudah di ganggu/di langgar oleh orang lain.
Sehubungan dengan hal tersebut Hakim yang berdiri ditengah-tengah dari segala kepentingan dan hak-hak perdata dari semua golongan masyarakat berkewajiban mengadili dan memberikan putusan yang adil. Atas dasar ini ditunjuk cara bagaimana orang atau badan hukum mendapatkan putusan pengadilan itu, dan dapatlah dilaksanakan putusan pengadilan (eksekusi), sehingga tercapailah maksud orang atau badan hukum itu, yakni memperoleh hak-haknya kembali.
Bahwa Sumber Hukum Acara Perdata yang berlaku dewasa ini berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1951 (Lembaran Negara 1951-9) terdiri dari:
1. Pengadilan Negeri
Dasar-dasar hukum yang berlaku adalah :
A. Untuk perdata yaitu ; Reglement Indonesia yang diperbaharui (RID). staatsblad 1941-44 judul Het Herziene Indonensich Reglement (HIR).
B. Untuk Pengadilan Negeri yang berkedudukan diluar pulau Jawa dan Madura Sumber Hukum Acara Perdata yaitu Reglement untuk Daerah seberang (RDS) staatsblad 1927-227 judul Reglement Buittengewesten (RBG).
2. Pengadilan Tinggi
A. Pengadilan Tinggi yang berkedudukan di pulau Jawa dan Madura dipergunakan Peraturan Ulangan di Jawa dan Madura (UU No. 20 tahun 1947).
B. Pengadilan Tinggi yang berkedudukan diluar pulau Jawa dan Madura dipergunakan RDS staatsblad 1927-227 judul Reglement Buittengewesten (RBG).
3. Mahkamah Agung mempergunakan UU No.14 tahun 1985 jo UU No.5 tahun 2004.
4. Rv (Reglement op de burgelijke rechtsvordering) staatsblad 1847 No.52, staatsblad 1849 No.63 yang ditujukan untuk golongan Eropa.
5. RO (Reglement op de rechterlijke organisatie in hed beleid der justitie in Indonesie) / Reglement tentang organisasi kehakiman, staatsblad 1847 No.23.
6. BW (Burgelijke Wetboek) terutama buku ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa.
7. WvK (Wetboek van Koopenhandel).
8. SEMA No.3 tahun 1963.
9. UU No.14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman jo UU No.4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman.
10. UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan
11. PP No.9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No.1 tahun 1974.
12. UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo UU No.3 tahun 2006.
13. UU No.2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo UU No.8 tahun 2004.
14. UU No.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
15. UU No.31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
16. UU No.24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
17. Yurisprudensi
18. Adat kebiasaan para Hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata.
19. Perjanjian Internasional.
20. Doktrin
21. Instruksi dan SEMA sepanjang mengatur Hukum Acara Perdata dan Hukum Perdata materiil.