Setiap perjanjian idealnya harus memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak. Namun, nyatanya tidak selalu demikian. Kadang-kadang ada pihak yang dirugikan hanya karena sudah "terlanjur" menandatanganinya. Oleh sebab itu, bila anda hendak membuat surat perjanjian dengan pihak lain, jangan terburu-buru membubuhkan tanda tangan. Cermati terlebih dahulu isi dan maksudnya pasal demi pasal, pahami hak dan kewajiban anda yang tertuang didalamnya.
Untuk membuat sebuah perjanjian yang baik serta untuk mencegah terjadinya masalah hukum dikemudian hari, dibawah ini kami akan menjelaskan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam membuat perjanjian.
Tahapan pertama yang harus diambil dalam membuat perjanjian adalah Negosiasi; Perjanjian tidak muncul tiba-tiba, tetapi secara umum terlebih dahulu dilakukan melalui negosiasi. Pada proses ini terjadi tawar-menawar untuk kemudian dituangkan dalam perjanjian.
Setelah langkah negosiasi kita lalui, dan tercapai kata sepakat maka kita perlu melangkah ke tahap kedua yaitu, membuat Memorandum of Understanding (MoU); Isi MoU "hanya" butir-butir kesepakatan negosiasi. MoU bukan sebuah perjanjian tapi merupakan pegangan sementara bagi para pihak sebelum melangkah pada tahapan penyusunan perjanjian.
Masuk pada tahapan ketiga adalah Penyusunan perjanjian; Penyusunan perjanjian diawali dengan membuat draft perjanjian. Draft perjanjian ini sebaiknya kita koreksi, untuk kemudian kita tandatangani. Yang dibutuhkan dalam proses penulisan naskah perjanjian adalah kejelian dalam menangkap berbagai keinginan para pihak, memahami aspek hukum, dan menguasai bahasa perjanjian dengan rumusan yang tepat, singkat, jelas dan sistematis.
Perjanjian pada umumnya mengikuti kerangka sebagai berikut:
1 Judul perjanjian;
2. Pembukaan;
3. Identifikasi para pihak;
4. Latar belakang kesepakatan (Recital);
5. Isi;
6. Penutup;
Perjanjian idealnya dapat dilaksanakan oleh para pihak. Artinya hak dan kewajiban masing-masing pihak dijalankan sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian. Namun demikian, dalam pelaksanaanya bisa terjadi para pihak punya penafsiran berbeda terhadap pasal-pasal tertentu. Bahkan tidak tertutup kemungkinan terjadi persengketaan. Itulah sebabnya dalam perjanjian para pihak sebaiknya memasukan pasal yang mengatur tentang pilihan hukum dan prosedur penyelesaian sengketa.